Kamis, 24 Mei 2012

UNIVERSAL PERIODIC REVIEW OF INDONESIA STATEMENT RELATED TO WEST PAPUA AND PAPUA UNITED NATIONS, 23 MAY 2012


Delegation
Concern
Recommendations
Republic of Korea 


We recommend enhanced efforts to provide adequate protection to human rights defenders and to improve human rights situations of ethnic and religious minorities in certain regions, including Papua.

Indonesia: Kami merekomendasikan upaya ditingkatkan untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap pembela hak asasi manusia dan untuk meningkatkan situasi hak asasi manusia kaum minoritas etnis dan agama di daerah tertentu, termasuk Papua.

Spain

Adopt legislation for the legal recognition and protection of human rights defenders, and proceed to repeal legislation restricting the right to defend and promote human rights. Delete the access restrictions of human rights defenders, journalists and diplomats to Papua and West Papua, as are specified by Special Autonomy Law

Indonesia: Mengadopsi undang-undang untuk pengakuan hukum dan perlindungan terhadap pembela hak asasi manusia, dan lanjutkan untuk mencabut undang-undang yang membatasi hak untuk membela dan mempromosikan hak asasi manusia. Hapus pembatasan akses dari pembela hak asasi manusia, wartawan dan diplomat ke Papua dan Papua Barat, sebagaimana ditentukan oleh UU Otonomi Khusus
Switzerland

Congratulate Indonesia for its efforts to address the situation in West Papua and Papua through dialogue, but concerns with the abuse of prisoners, especially since 2010

Indonesia: Mengucapkan selamat kepada Indonesia atas upaya untuk mengatasi situasi di Papua Barat dan Papua melalui dialog, tetapi keprihatinan dengan penyalahgunaan tahanan, terutama sejak tahun 2010
Recommend the Indonesian Government to assure that the allegations of abuses should be investigated independently and effectively. Such cases should be treated by civilian court and not military court.

Indonesia: Kenalkan Pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa dugaan pelanggaran harus diselidiki secara mandiri dan efektif. Kasus tersebut harus ditangani oleh pengadilan sipil dan pengadilan bukan militer.
United Kingdom
Recognise the challenges, in particular in Papua and West Papua, where there is increase in violence, and welcome the efforts to address it.

Indonesia: Mengakui tantangan, khususnya di Papua dan Papua Barat, di mana ada peningkatan kekerasan, dan menyambut upaya untuk mengatasinya.

USA
Commend Indonesia for its pursuit of a prosperity approach in Papua, and the creation of special unit to address the roots of Papuan grievances.
Remain concerned about allegations of human rights abuses in Papua and West Papua and limitation of access for journalists and civil society organisations.

Indonesia: Memuji Indonesia untuk mengejar pendekatan kesejahteraan di Papua, dan penciptaan unit khusus untuk menangani akar keluhan Papua.
Tetap prihatin tentang tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di Papua dan Papua Barat dan keterbatasan akses bagi wartawan dan organisasi masyarakat sipil.


Canada

Take steps, particularly in Papua, to increase protection for human rights defenders against stigmatization, intimidation and attacks and to ensure respect for freedom of expression and peaceful protest, including through a review o regulations that can be used to restrict political expression in particular article 106 and 110 of the penal code and release of those detained solely for peaceful political activities

Indonesia: Ambil langkah-langkah, terutama di Papua, untuk meningkatkan perlindungan bagi para pembela hak asasi manusia terhadap stigmatisasi, intimidasi dan serangan dan untuk menjamin penghormatan terhadap kebebasan berekspresi dan protes damai, termasuk melalui peraturan o review yang dapat digunakan untuk membatasi ekspresi politik dalam artikel khusus 106 dan 110 dari KUHP dan pelepasan mereka yang ditahan hanya karena kegiatan politik damai
France
Deplore the violation and violence of human rights where the victims are religious or ethnic minority particularly Ahmadis and Papuan community.

Indonesia: Menyayangkan pelanggaran dan kekerasan hak asasi manusia di mana korban adalah minoritas agama atau etnis khususnya Ahmadiyah dan masyarakat Papua
Recommend to assure free access of the society civil and the national and foreign journalist to Papua and West Papua

Indonesia: Kenalkan untuk menjamin akses bebas dari masyarakat sipil dan wartawan nasional dan asing untuk Papua dan Papua Barat
Germany
Request information on the intension of Indonesian government to release Filep Karma and other political detainees , who according to Sept 2011 report of UN Working Group on Arbitrary Detention have been held arbitrarily
Value the effort to resolve the conflict in Papua through dialogue and the involvement of civil society, and still concern on the serious human rights violation

Indonesia: Meminta informasi tentang kehebatan dari pemerintah Indonesia untuk melepaskan Filep Karma dan tahanan politik lainnya, yang menurut September 2011 laporan dari Kelompok Kerja PBB untuk Penahanan Sewenang-wenang telah diselenggarakan secara sewenang-wenang
Nilai upaya untuk menyelesaikan konflik di Papua melalui dialog dan keterlibatan masyarakat sipil, dan masih peduli terhadap pelanggaran berat hak asasi manusia
To hold accountable officials of all ranks responsible for human rights violations and to immediately grand access to the delegates of the ICRC to the Papua provinces in order to fulfil their mandate





Indonesia: Untuk terus pejabat akuntabel dari semua jajaran bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia dan akses besar untuk segera delegasi ICRC untuk provinsi Papua untuk memenuhi mandat mereka
Japan
Concern by the situation in Papua where repression on the part of military and police officers is reported to be leading to human rights violations as well as by continued reports of a general climate of impunity

Kepedulian oleh situasi di Papua di mana represi dari pihak perwira militer dan polisi dilaporkan sedang mengarah ke pelanggaran hak asasi manusia serta oleh laporan lanjutan dari iklim umum impunitas
To immediately halt to such actions.




Untuk segera menghentikan tindakan tersebut.
Mexico

To extend invitation to the UN Working Group on the enforced disappearances, Special Rapporteur on right to food, independent expert on minorities, and special Rapporteur on the human rights of indigenous peoples, especially to the province of Papua

Untuk memperpanjang undangan kepada Kelompok Kerja PBB tentang penghilangan paksa, Pelapor Khusus untuk hak atas pangan, ahli independen minoritas, dan Pelapor khusus tentang hak-hak asasi masyarakat adat, terutama untuk Provinsi Papua
New Zealand
Encourage the establishment of the Unit for the Acceleration of Development in Papua and West Papua and the intention to change from security approach to welfare and justice approach for Papuans

Mendorong pembentukan Unit Percepatan Pembangunan di Papua dan Papua Barat serta niat untuk berubah dari pendekatan keamanan untuk pendekatan kesejahteraan dan keadilan bagi Papua
To implement comprehensive human rights training, with regular reviews to ensure effectiveness, for all military and police personnel, including those working in Papua and West Papua


Untuk melaksanakan pelatihan komprehensif hak asasi manusia, dengan review berkala untuk memastikan efektivitas, untuk semua personil militer dan polisi, termasuk mereka yang bekerja di Papua dan Papua Barat
Italy
Up-date the situation of the implementation of the 2001 Special Autonomy Law for Papua and West Papua.

Up-date situasi pelaksanaan UU Otonomi Khusus tahun 2001 untuk Papua dan Papua Barat.







Senin, 14 Mei 2012

GERAKAN PEMBEBASAN BANGSA PATANI

PASIFIKASI, DEMI PEMBANGUNAN TERUSAN KRA?

 oleh Dr. George J. Aditjondro

Gelombang-Gelombang Perlawanan Bangsa Patani:

= Tahun 1901, Raja Patani, Tengku Abdul Kadir Qamaruddin, mengirim surat kepada Gubernur Straits Settlements  Inggris di Singapura, meminta intervensi Inggris terhadap Raja Siam, Chulalongkorn (Rama V), untuk mengatasi penderitaan rakyatnya. Namun sang gubernur diam saja, sebab buat Inggris, persahabatan dengan Siam sangat diperlukan, sebagai buffer state  (negara tameng) antara jajahan Perancis di daratan Asia Tenggara(French Indo-China) dan jajahan Inggris di Asia Selatan dan Tenggara (British India). Gagal mendapat dukungan Inggris, Tengku Abdul Kadir Qamaruddin mencoba mengorganisir satu gerakan, yang dapat memancing penindasan yang lebih keras oleh penguasa di Bangkok, yang pada gilirannya dapat memicu perlawanan menentang reorganisasi ketujuh provinsi itu, di mana penguasa local (chaomuang) digantikan oleh birokrat-birokrat Thai yang beragama Buddhis. Walhasil, serangkaian perlawanan kolektif dimulai, ketika raja-raja Melayu menolak melepaskan kekuasaan mereka sebagai chaomuang  ke tujuh provinsi wilayah Selatan itu, yakni Patani, Nhongchik, Eaman, Ra-ngae (Legeh), Saiburi, Yala, dan Yaring (Che Man 1990: 35, 62).

Minggu, 13 Mei 2012

Namuk Malind

(Potret ketidakberdayaan perempuan Papua)

Pendahuluan



Kabupaten Merauke atau sering disebut “Tanah Malind Anim” merupakan kabupaten yang terletak di ujung paling timur Indonesia. Luas wilayah 45.071 km persegi, terletak di antara 137-141 Bujur  Timur dan 5-9 Lintang Selatan. Sebelah utara, berbatasan langsung dengan Kabupaten Mappi dan Boven Digoel. Sebelah barat dan selatan, berbatasan dengan Laut Arafuru serta sebelah timur berbatasan dengan Negara Papua New Guinea (PNG). Kabupaten Merauke terbagi atas 11 distrik (kecamatan) yang terdiri dari 169 desa (kelurahan/kampung) dengan jumlah penduduk pada tahun 2006 diperkirakan 174.710 jiwa.  Dari jumlah tersebut penduduk laki-laki mencapai 19.104 jiwa dan perempuan mencapai 83.606 jiwa, serta terdapat 40.618 Kepala Keluarga. Jumlah penduduk terkecil terdapat di distrik Sota mencapai 1.364 jiwa (0.78%), sedangkan jumlah penduduk terbanyak terdapat di distrik Merauke mencapai 70.002 jiwa (40.07%).

Korban bukan Objek: peliputan "Tragedi Sukhoi 9 Mei"

oleh Marsel Mangundap
Kami sebagai jurnalis mengimbau kepada teman-teman jurnalis dan kantor media dalam menyiarkan / mengedarkan / menayangkan pemberitaan kecelakaan pesawat Sukhoi atau dikenal sebagai ‘Tragedi Sukhoi 9 Mei’, berpedoman pada kode etik jurnalistik, pedoman pemberitaan media online, dan standar perilaku penyiaran yang berlaku.

Sangat disayangkan peliputan sensasional yang mengeksploitasi korban. Seperti menayangkan secara berulang kondisi korban dan keluarga dengan mengeksploitasi kesedihan, menampilkan foto korban dan histeria keluarga korban secara berlebihan, mengedarkan berita spekulatif atas terjadinya peristiwa musibah tersebut.

Sabtu, 12 Mei 2012

Peace Jurnalism

Dov Shinar and Wilhelm Kempf (eds)
Peace journalism: The state of the art

Berlin: Regener, 2007
ISBN: 978-3-936014-12-9

This is a wonderful text that captures both the strengths and weaknesses of the current debate over peace journalism. The range of themes, practical strategies and theoretical approaches explored is particularly impressive. Annabel McGoldrick begins by examining ways in which prevalent conventions of journalistic objectivity, in fact, predispose coverage of conflict in favour of war. Only through a commitment to the principles of peace journalism (embedded in the liberal theory of press freedom) can the mainstream bias towards war journalism be challenged, according to McGoldrick. 

Kamis, 10 Mei 2012

Pesan Paus pada Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-46


Pesan Paus pada Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-46

 Pesan Bapa Suci Benediktus XVI
untuk Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-46 
Keheningan dan Kata: Jalan Evangelisasi
20 Mei 2012

Saudara dan Saudariku yang terkasih,

Menjelang hari Komunikasi Sedunia tahun 2012, saya ingin berbagi dengan anda beberapa permenungan tentang salah satu aspek dari proses komunikasi manusia yang meskipun penting, sering diabaikan, dan kini tampaknya sangat perlu untuk diingat. Ini menyangkut hubungan antara keheningan dan kata: dua aspek komunikasi yang perlu dipertahankan agar tetap berimbang, untuk diterapkan  secara bergantian dan diintegrasikan satu sama lain jika ingin mencapai dialog yang otentik dan hubungan kedekatan yang mendalam di antara manusia. Ketika kata dan keheningan terpisah satu dengan yang lain, komunikasi menjadi putus entah karena keterpisahan itu menimbulkan kebingungan atau  karena, sebaliknya, menciptakan suasana dingin. Namun apabila mereka saling melengkapi, komunikasi memperoleh nilai dan makna.

Rabu, 09 Mei 2012

Menjadi Orang Indonesia


Menjadi orang Indonesia: Pemindahan anak dari Timor Timur[1]
Oleh Dr Helene van Klinken

Biliki
Ketika pemboman oleh tentara Indonesia diintensifikasikan pada tanun 1977, Biliki bersama keluarganya dan penduduk desa yang lain mengungsi ke hutan. Setahun kemudian rakyat dipaksa menyerah. Mereka ditempatkan di kamp konsentrasi di Ainaro. Di situlah seorang perwira Kopassus melihat Biliki dan memutuskan untuk membawa dia ke Indonesia. Tentara itu memberi Biliki makanan dan pakaian. Dia memberitahu orangtua Biliki bahwa dia akan membawa anaknya ke Indonesia dan mendidik dia di situ. Seperti tentara yang lain, dia hampir pasti mengatakan kepada orangtua Biliki bahwa mereka tidak akan mampu mendidik dan merawat anaknya dengan baik, dan menyinggung kepada hal bahwa akibat dari perlawanan mereka terhadap Indonesia akan menyulitkan masa depan anaknya dan kemungkinannya mendapatkan pendidikan. Tentara itu memberi orangtuanya Biliki seekor kuda, sekantong beras dan sedikit uang (Rp60,000). Sebelum berangkat dia memberi tugas menjaga Biliki kepada seorang anggota Hansip, dan orangtua Biliki takut mengambil Biliki atau minta dia dikebalikan. Ketika masa tugasnya selesai tentara itu membawa Biliki dari Ainaro dengan helikopter. Biliki masih ingat bagaimana dia dan anggota keluarga yang lain berteriak dan menanggis pada saat dia dimasukkan helikopter. Biliki pada saat itu kira-kira berumur tujuh tahun.

Rabu, 02 Mei 2012

SG & PAG, Penumpang Gelap RUUK Yogyakarta

oleh George Junus Aditjondro

Wacana perdebatan soal keistimewaan Yogyakarta terlalu terfokus pada penentuan siapa yang berhak menjadi Gubernur dan Wakilnya.

 Wacana  itu terlalu sempit, sebab yang lebih menentukan watak feodal DIY, adalah keberadaan jutaan hektar tanah-tanah kerajaan di provinsi ini, yang dikenal dengan sebutan Sultanaat Gronden (SG) dan  Pakualamanaat Gronden (PAG).

Aksi-Aksi Massa Para Loyalis Keraton Yogyakarta

          Aksi-aksi massa  seperti yang dilakukan terhadap  GJA, 2 Desember lalu, bukanlah satu-satunya aksi premanisme yang telah terjadi di wilayah DIY tahun-tahun belakangan ini. Aksi-aksi massa itu umumnya dilakukan terhadap fihak yang menentang, atau dicurigai menentang kebijakan Keraton.

Cendeliawan sebagai sasaran:

Akhir tahun 2010, tepatnya tanggal 23 Desember 2010, mantan Rektor UGM,  Ichlasul Amal yang menjadi sasaran.  Tanggal 23 Desember 2010, rumah Prof. Amal di jalan Pandeansori I No. 5 di daerah Condongcatur, Depok, Sleman didemo oleh puluhan warga yang menamakan dirinya Kawulo Ngayogyakarta. Demo itu, menurut M. Ariesman Hendrosuseno, jurubicara kelompok itu, dilakukan karena mereka tidak terima ucapan sang Profesor, yang mengecam cara-cara kampanye kelompok pro-penetapan yang dianggapnya mirip cara-cara mobilisasi massa yang dulu dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) (Tempo Interaktif, Kamis, 23 Desember 2010).

 Petani Sebagai Sasaran:

Kronologi Kriminalisasi Humor di DYI

Prolog:
24 Sept.  2011. Sejumlah mahasiswa Forum Peduli Keadilan (FPK) mogok makan untuk mendukung perjuangan kaum tani lahan pasir Kulon Progon melawan tambang pasir milik kongsi 70 : 30 % antara Indomines Ltd dari Australia dengan PT Jogya Magasa Mining, di mana Gusti Kanjeng Ratu (KGR) Pembayun, putri sulung Sri Sultan Hamengkubuwono X dan pamannya, GBPH Joyokusumo menjadi Komisaris, sementara Direktur Utama dipegang oleh BRM Hario Seno dari Puri Pakualaman (70% + 30%) di depan DPRD DIY.

30 Nov. 2011: Sejumlah ornop di Yogyakarta, di antaranya CSDS (Center for Social Democratic Studies), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Komisariat Universitas Gadjah Mada (UGM), Rukun Tani Indonesia, Sekolah Politik Bersama, Keistimewaan Demokratis menyelenggarakan seminar dengan topik “Membedah Status SG [Sultanaat Gronden) dan PAG (Pakualamanaat Gronden ) dalam Keistimewaan Yogyakarta” di Auditorium  Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Seminar menampilkan tiga pembicara, yakni Ahmad Nashih Luthfi dari STPN (Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional), M. Widodo dari Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP) dari Kulonprogo, dan George Junus Aditjondro, dosen Program Studi Ilmu, Religi dan Budaya (IRB) Universitas Sanata Dharma.

Senin, 30 April 2012

Memotong Lengan - Lengan Gurita

Oleh George Junus Aditjondro
(Dosen Ilmu, Religi & Budaya, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta)

Tujuan Menulis Dua Buku Terakhir:

          Tujuan penulisan dua buku saya tentang korupsi kepresidenan SBY,  Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank Century, dan Cikeas Kian Menggurita , yang akan diterbitkan oleh Galangpress, ada dua. Pertama, memberikan pendidikan politik tentang hak-hak warga negara untuk mencegah akumulasi kekuasaan ekonomi dan politik penguasa di seputar Kepala Negara. Termasuk di situ adalah pendidikan politik untuk tidak hanya terpaku pada  figur, melainkan  konfigurasi  politik yang mempengaruhi pergantian pucuk pimpinan politik di negara kita.  

             Kedua, meletakkan dasar untuk spesialisasi sosiologi korupsi, khususnya korupsi kepresidenan, yang penulis rintis sejak menulis buku tentang akumulasi kekayaan keluarga Soeharto dan Habibie ( 2003), disusul dengan Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga, Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa (LkiS,  2006). 

Jumat, 20 April 2012

Media, alat perjuangan


Akses ke media komunikasi adalah isu yang dibicarakan oleh Mahasiswa Katolik Cendrawasi di Sulawesi Utara. Mahasiswa Katolik Cendrawasi merupakan sebuah organisasi mahasiswa Papua. MKC bekerja sama dengan JPIC MSC Indonesia dan LSM lain di tingkat lokal, nasional dan international untuk kaderisasi mahasiswa Papua.

 JUMAT, 6 April 2012, Mahasiswa Katolik Cendrawasi Sulawesi Utara (MKC Sulut) bikin pelatihan jurnalisme dan advokasi media kepada mahasiswa-mahasiswi Papua di Asrama Mahasiswa Papua “Kamasan”, Kota Tomohon – Sulawesi Utara. “Pelatihan ini sebagai bentuk gerakan pemberdayaan dan penguatan ketrampilan jurnalistik dan advokasi untuk mahasiswa Papua yang sedang belajar di beberapa perguruan tinggi di Sulawesi Utara”, tegas Yanuarius Lagoan, Ketua MKC Sulawesi Utara.

Sabtu, 03 Maret 2012

"Love Letter to a soldier: wins STOS Festival Film

EngageMedia video wins STOS Festival 2012 Best Documentary  An EngageMedia film, "Love Letter to the Soldier", won the South to South Festival 2012 Award for Best Documentary category on Sunday 26 February 2012 in Jakarta. Director Wenda Tokomonowir accepted the award.
Maria Goreti and her daughter Yani
"This is not just a one-off video, I will continue to produce and show other stories of Papuans surviving amidst the insurgence of multinational companies and government greed," said Wenda.

"Love Letter to the Soldier", or in Indonesian "Surat Cinta Buat Sang Prada", is a video letter by Papuan woman Maria 'Eti' Goreti to Private Samsul Bacharudin, an Indonesian soldier who was stationed at her village. The village, Bupul, is near the border of Indonesia (Merauke, Papua) and Papua New Guinea and is guarded by the Indonesian Armed Forces (TNI) Border Control.

Kamis, 09 Februari 2012

Statement on the solution to the problems in Papua


The Alliance of Churches in Papua
(PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI TANAH PAPUA)
Sekretariat : Jln. PLN 07 Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua; Telp: 0967591291; 0811489578


Statement on the solution to the problems in Papua
We wish you a Happy New Year 2012

(NON OFFICIAL TRANSLATION)


First  of all, we, the leaders of Churches in Papua would like to express our sincere thanks to the President of the Republic of Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, who invites and welcomes us to this meeting.

Jumat, 20 Januari 2012

New Zealand as a potential West Papua peace-broker: The Bougainville experience revisited

by Maire Leadbeater

Thirteen years ago New Zealand hosted peace talks for the parties to the conflict in Bougainville.  Since these talks were instrumental in ending a horrific war it is understandable that New Zealand has gained a good reputation as a peace broker.  Over the last decade many West Papuan leaders have urged New Zealand to take up the peacemaker mantle again.  Now that the call for dialogue between West Papuan representatives and the Government of Indonesia is high on the agenda, it is time for a closer look at New Zealand’s role in helping to broker peace in Bougainville. 

West Papuan Demographic Transition and the 2010 Indonesian Census: “Slow Motion Genocide” or not?

By Jim Elmslie

Synopsis.

This paper analyses the ethnic breakdown of the Indonesian provinces of Papua and Papua Barat, commonly referred to collectively as West Papua, following the recent partial release of the 2010 Indonesian census. It shows the growing domination of the population by non-Papuan migrants to the point where the indigenous Papuans are now in the minority. Using historical growth rates the ethnic breakdown of the provinces is then predicted for 2020, showing the increasing marginalistion of the Papuans. The political ramifications of this massive demographic transition are then discussed, including the implications for Indonesia, Australia and the United States. The paper finishes with a discussion on whether a form of genocide is underway, as many Papuans claim, and concludes more research is needed to answer this question, specifically calling for an international fact finding mission.

Papuan Self Determination: the Indonesian Dimension

by Peter King

Paper for presentation at a conference on Comprehending West Papua organised by the West Papua Project, Centre for Peace and Conflict Studies, University of Sydney, 23-24 February 2010

What might persuade the Indonesian government that the time has come to yield to the near-unanimous desire of indigenous Papuans for self determination and independence for West Papua—or at least to begin a reconciliation process by adopting some version of the Papua Road Map to dialogue as laid out and being “socialised” by LIPI (the Indonesian Institute of Science)and Muridan Widjojo in Jakarta and by the Catholic Church and Neles Tebay in Jayapura?
Five scenarios come to mind:

Selasa, 17 Januari 2012

Reflections on the New York Agreement, the Act of Free Choice and developments since.

by John Saltford

Colonial history meant that an arbitrary line was drawn down the centre of New Guinea in the 19th Century. The eastern side, Papua New Guinea, eventually got its independence from Australia in 1975, but its western neighbour, West Papua, was to endure a very different fate. In this short paper I will examine what happened and look at some of the recent debates on the best way forward for West Papua.

Senin, 16 Januari 2012

Suara Hati Perempuan Minahasa

Ketika orang kebanyakan sibuk bekerja dan cari pekerjaan, Nency, alumni s2 Sosiologi Agama UKSW, jadi anak rumahan. 

"Saya merasa tersiksa selama dua bulan terakhir ini, seperti katak dalam tempurung. Bahkan saya seperti gelas antik yang hanya dipajang dalam lemari antik yang mewah itu. Tak ada kebebasan, tidak ada kemandirian dan tidak ada kreasi melakukan sesuatu. Semuanya diatur dan dibatasi".

Minggu, 15 Januari 2012

Pemimpin Bangsa Papua: MENOLAK PROSES HUKUM DI LUAR PENGADILAN NEGERI KELAS IIA JAYAPURA-PAPUA

Media Release
Pemimpin Bangsa Papua
MENOLAK PROSES HUKUM DI LUAR PENGADILAN NEGERI KELAS IIA JAYAPURA-PAPUA
Berhubung pernyataan salah satu anggota kejaksaan Tinggi Prov. Papua pada 11 Januari 2012, dan bertolak dari pengalaman bangsa Papua di masa lalu dimana banyak pejuang Papua diproses hukum di luar Papua kemudian mengalami nasip tragis, maka dari dalam terasi besi tahanan Negara Republik Indonesia saya, Forkorus Yaboisembut selaku  Presiden Negara Federal Republik Papua Barat bersama 4 orang masing-masing; Edison Waromi SH (perdana Menteri Negara Federal Republik Papua Barat), Dominikus Sorabut, Selpius Boby, Agustinus Kraar dan menyatakan sikap;

The anti-plebiscite campaigns in West Papua

by Pieter Drooglever

For reasons of opportunity and principle, the decolonisation-policies of the Netherlands since 1945 went under the aegis of self-determination. At the transfer of sovereignty in 1949 to the newly created Federal Republic of Indonesia, the Dutch refused to hand over the residency of New Guinea as well.  According to them, the Papuan population as a whole was not developed up to the point where it could determine for itself as yet, and there were plenty of indications that the leading layers of Papua society did agree with the argument. So the operation of self-determination had to be postponed for an as yet undeterminated period.

Jumat, 13 Januari 2012

SEMINAR “PAPUA ROAD MAP”


Matahari persis tepat di atas kepala, kira-kira jam 13.00 waktu Jakarta, hari ini, tanggal 31 Juli 2008, di ruang seminar Sasana Widya Sarwono LIPI lt. 8 Jl. Jenderal Gatot Subroto No. 10 Jakarta 12710 diadakan seminar “Papua Road Map”. Seminar yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasama dengan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) ini untuk membahas hasil penelitian Tim LIPI di Papua. Tim LIPI yang terdiri dari Muridan S. Widjojo, Adriana Elisabeth, Amirudin Al-Rahab, Cahyo Pamungkas dan Rosita Dewi dalam penelitian di Papua berhasil menyusun “Papua Road Map” yang diharapkan dapat dijadikan bahan untuk menyelesaikan persoalan di tanah Papua. Pembahasan hasil penelitian Tim LIPI adalah dengan menghadirkan para pembahas, yakni Anum Siregar, SH., Dr. Daniel Dhakidae, dan Dr. Neles Tebay. Dan para peserta yang hadir terdiri dari para pemerhati masalah Papua, seperti dari Greepeace, PBI, JPIC MMSC Indonesia, JPIC OFM Indonesia, Imparsial, dan lain-lain serta beberapa orang dari Papua, seperti Ptd. Sokrates Sofyan Yoman dan Sekjen Presidium Dewan Adat Papua.  Saya salah satu peserta!

Seminar yang rencananya dilaksanakan tepat jam 12.00 waktu Jakarta, terpaksa harus tertunda dan akhirnya dapat dilaksanakan pada jam 13.00 waktu Jakarta, karena menunggu para undangan. Para peserta di ruangan yang kebanyakan bukan orang Papua asli memberikan warna tersendiri dalam mendiskusikan masalah Papua. Ada dua hal yang menonjol dari para peserta seminar dalam memahami persoalan di tanah Papua, yakni mayoritas peserta berpendapat bahwa masalah Papua adalah masalah marginalisasi akibat pembagunan yang tidak berpihak kepada orang Papua dan beberapa peserta, seperti Ptd. Sokrates Sofyan Yoman dan Sekjen Presedium Dewan Adat Papua berpendapat bahwa persoalan di Papua adalah persoalan pelurusan sejarah sejak tahun 1960-an hingga kini. 
 
Seminar yang istimewa ini dibuka dengan kata sambutan dari Oleh Koordinator Bidang Politik LIPI Ikrar Nusa Bakti. Dalam kata sambutannya Ikral menegaskan bahwa LIPI merasa sangat berterima kasih atas kehadiran Bapak/ibu dan saudari-saudara sekalian. Pertemuan saat ini adalah untuk membahas hasil penelitihan dari Tim LIPI di tanah Papua. Hasil penelitan ini sebagaimana tertera dalam judul “Papua Road Map: Negatiating the Past, Improving the Present and Securing the Future. Ini penelitian yang baik dan bisa dijadikan referensi untuk menyelesaikan pelbagai persoalan Papua. Tim ini berhasil mengurai persoalan Papua menjadi sebuah pemetaan yang jelas dan terukur. Pertanyaannya, bagaimana kita membangun Papua? Muda-mudaan dialog ini bisa berlanjud. Karena, walaupun Otonomi Khusus untuk Papua telah berlangsung selama tujuh tahun di tanah Papua, tetapi masih saja persoalan tidak terselesaikan.

Rabu, 11 Januari 2012

ERNESTO “CHE” GUEVARA, ERNESTO LACLAU DAN KEBANGKITAN GERAKAN KIRI DI AMERIKA LATIN[1]


oleh George Junus Aditjondro[2]

… mencari ilmu boleh sampai ke Tiongkok.
Tetapi, untuk demokrasi partisipatif,
belajarlah ke Amerika Latin.
(Disadur dari M. Fadjroel Rachman (2006)

PENGANTAR

ARUS PASANG gerakan kiri yang kini melanda Amerika Latin, dirintis oleh para gerilyawan di Pegunungan Sierra Maestra di Kuba, di bawah pimpinan Fidel Castro dan Ernesto “Che” Guevara. Setelah dua tahun (1957-1958) bergerilya, pada tanggal 1 Januari 1959 para gerilyawan berhasil merebut ibukota Kuba, Havana, dan berdentanglah lonceng kematian bagi rezim Batista yang telah mengeruk kekayaan negeri Karibia itu untuk kepentingan AS. Lahirlah Republik Kuba baru, yang membangun sistem ekonomi sosialis pertama di benua Amerika (Rahardjo & Prabowo 2005: xiii-xiv).

Sabtu, 07 Januari 2012

Fransiskan Papua, Engage Media dan JPIC MSC Gelar Pelatihan Video Untuk Perubahan

EngageMedia (www.engagemedia.org), JPIC MSC Indonesia dan Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransiskan Papua menggelar pelatihan video perubahan bagi para pemuda dan mahasiswa yang aktif dalam gerakan perubahan untuk Papua. Kegiatan ini berlangsung di dua kota, yakni Sentani dan Merauke.

Di Sentani, kegiatan dilaksanakan selama enam hari (11-16 Juli 2011) bertempat di Kantor SKPKC Fransiskan Papua, Sentani. Sementara di Merauke, dilaksanakan dari 18 -24 Juli 2011 bertempat di biara MSC Merauke.

Koordinator pelatihan, Br. Edy Rosariyanto OFM mengatakan bahwa tujuan digelarnya pelatihan ini adalah agar peserta mampu memahami dasar-dasar pengambilan gambar, membuat cerita video dan mengedit video. Tentu saja melalui kegiatan ini, para peserta juga dilatih untuk lebih peka terhadap realitas sosial yang terjadi dan mampu mengidentifikasinya serta mengangkatnya menjadi ide film advokasi. Selain itu, peserta juga diarahkan untuk mampu mengembangkan jaringan dengan teman-teman lain dalam rangka membangun kerja sama untuk melakukan perubahan sosial di tengah masyarakat.

HILANGNYA RASA AMAN (Situasi Militer dan EkoSoB Perbatasan RI-PNG di Kab. Merauke)


KATA PENGANTAR
            Laporan yang sedang anda pegang ini adalah laporan hasil monitoring potret militer dan situasi ekonomi, sosial, budaya (EKOSOB) di wilayah perbatasan Kabupaten Merauke (Negara Republik Indonesia) dan Papua New Guinea. Laporan monitoring ini dibuat oleh Sekretariat Keadilan dan Perdamaian-Keuskupan Agung Merauke (SKP-KAM) selama 3 (tiga) tahun (mulai dari 2004 sampai 2006). Fokus dari monitoring ini adalah persoalan keamanan dan kaitanya dengan kehadiran militer dan kondisi ekonomi, sosial, budaya masyarakat.
            Laporan ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa ada begitu banyak orang, khususnya penduduk asli papua di perbatasan Kabupaten Merauke (RI) dan PNG yang mengalami pelbagai penderitaan fisik dan mental maupun pembiaran yang mengakibatkan ketidakberdayaan penduduk asli papua. Hal ini adalah cerminan dari tindakan, kebijakan dan kelalaian negara terhadap warga negaranya.
            Hasil monitoring kami memperlihatkan betapa sekarang ini penduduk asli papua telah kehilangan rasa aman untuk hidup di tanah leluhurnya. Negara, terkesan seakan-akan telah kehilangan tanggung jawabnya untuk memberikan rasa aman bagi setiap orang, khususnya untuk penduduk asli Papua. Setiap penduduk asli papua tidak bebas lagi, hal ini sangat jelas terlihat dari perlakuan aparat keamanan terhadap penduduk asli papua. Pelbagai teror, intimidasi dan kekerasan fisik selalu dialami oleh penduduk. Perempuan dan anak-anak yang seharusnya dilindungi, justru diperlakukan tidak adil. Martabat kaum perempuan selalu dilecekan dengan pelbagai tindakan pelecehan seksual.
            Pelbagai kebijakan pembanguan di wilayah perbatasan coba diterapkan dengan memasukan

Minggu, 01 Januari 2012

PESAN PAUS BENEDIKTUS XVI DALAM RANGKA PERAYAAN HARI PERDAMAIAN SEDUNIAI JANUARI 2012

MENDIDIK KAWULA MUDA DENGAN KEADILAN DAN DAMAI.


1. Permulaan sebuah tahun baru, yang adalah pemberian Tuhan pada kemanusiaan, mendorongku untuk menyebarkan pada semua, hasrat hatiku yang baik dengan penuh keyakinan dan perasaan. Masa yang ada di hadapan kita sekarang ini mungkin ditandai dengan keadilan dan damai secara kongkrit.Dengan sikap yang bagaimanakah kita menyongsong tahun baru itu? Kita menemukan sebuah gambaran yang indah dalam kitab Mazmur 130. Pemazmur mengatakan bahwa orang yang beriman menunggu Tuhan “lebih dari penjaga menantikan fajar” (ayat 6). Mereka menunggunya dengan harapan yang teguh karena mereka tahu bahwa dia akan membawa cahaya, belas kasih, dan keselamatan
.